Tarikh Islam: Penutupan Masjid Saat Wabah Pandemik Di Masa Salaf

Ada syubhat para tokoh (yang nyleneh):
“Zaman dahulu telah terjadi wabah-wabah tha’un dan tidak diketahui dulu orang-orang dilarang dari salat di masjid.”

Sanggahannya:
Sebenarnya telah terjadi wabah-wabah dan penyakit-penyakit yang merata sampai orang-orang mengkawatirkan atas diri mereka sehingga mereka meninggalkan salat jamaah di masjid-masjid:

  1. Ketika terjadi wabah tha’un di Syam dimana shahabat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah kemudian Mu’adz bin Jabal meninggal dunia di masa wabah tersebut. Kemudian Amr bin Al-‘Ash berkhutbah di hadapan manusia dan memerintahkan mereka untuk berpencar meninggalkan perkumpulan kerumunan manusia.

Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah Wan Nihayah 7/91 berkata:
“Ketika beliau meninggal, maka diangkatlah ‘Amr bin Al-Ash sebagai pimpinan manusia. Kemudian ‘Amr bin Al-‘Ash bangkit berkhutbah di hadapan mereka dan berkata: ‘Wahai manusia sesungguhnya wabah penyakit ini jika telah terjadi seperti kobaran api maka hendaklah kalian melindungi diri di perbukitan (menjauh dari permukiman perkotaan).”
Kemudian Ibnu Katsir berkata: “Kemudian Amr bin Al-‘Ash dan orang-orang keluar dari perkotaan. Kemudian mereka berpencar-pencar. Sampai Allah menghilangkan penyakit itu dari mereka.”
Ibnu Katsir berkata: Perintah Amr bin Al-‘Ash itu sampai ke Umar Ibnul Khattab. Dan demi Allah, Umar tidak membencinya.”
Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan mereka berlindung diri di perbukitan tentunya ini dengan meninggalkan masjid-masjid (yang ada di permukiman perkotaan).

  1. Kata Imam Adz-Dzahabi di dalam Siyar A’lam Nubala 18/311:
    “Tahun 448 H terjadi permulaan fitnah Al-Basasiri. Masjid-masjid di wilayah Kufah, Wasith dan negeri-negeri lainnya dikuasai oleh Al-Mustansir Al-‘Ubaidy. Kemarau yang luar biasa terjadi di Negeri Mesir dan Andalusia. Dan terjadilah kemarau dan wabah yang belum pernah ada yang semisalnya di Negeri Cordoba. Sampai masjid-masjid ditutup karena tidak ada yang salat padanya. Dan tahun itu disebut tahun kelaparan luar biasa.”
  2. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di kitab Anba’ Al-Ghumri min Abna’ Al-‘Umri 4/82:
    “Pada awal-awal tahun ini terjadi wabah yang luar biasa di Makkah, di mana setiap hari ada orang 40-an meninggal. Dihitung orang yang meninggal pada bulan rabiul awal 1.700 orang. Dikatakan: Imam Masjidil Haram tidak ada yang salat bersamanya kecuali dua orang saja pada masa-masa itu. Sedangkan imam-imam yang lain meninggalkan (salat di masjid) karena tidak ada orang yang salat bersama mereka.”
  3. Berkata Imam Al-Maqrizi dalam Kitab As-Suluk 4/88 tentang Tha’un Al-Aswad yang terjadi pada tahun 749 H: “Dihentikan azan-azan dengan sebab tha’un tersebut di beberapa tempat. Tersisa di satu tempat yang terkenal dengan azan satu saja. Kebanyakan masjid-masjid jami’ dan masjid-masjid kecil lainnya ditutup. Demikian juga dihentikan acara-acara bersenang-senang, pesta-pesta diantara manusia juga demikian.”
  4. Al-Jabarti berkata di Kitab Tarikh Ajaib Al-Atsar 2/440:
    “Permulaan hal ini terjadi pada bulan Sya’ban. Kemudian bertambah pada bulan Dzulqa’dah dan Dzulhijjah, hingga sampai pada puncaknya. Setiap hari di wilayah Asyuth secara khusus meninggal lebih dari 700 orang. Seseorang jika keluar rumah, dia tidak akan melihat kecuali jenazah atau orang sakit atau orang yang sibuk mengurus orang meninggal. Dia juga tidak akan mendengar kecuali rintihan atau tangisan. Masjid-masjid ditinggalkan tanpa azan dan pengimaman salat karena orang-orang yang diberi amanah tersebut meninggal dan sisa yang lainnya sibuk dengan perpindahan.’

Kami mohon kepada Allah Yang Maha Agung dengan nama-nama-Nya dan sifat-sifatnya untuk segera menghilangkan wabah ini dan yang lainnya dari kaum muslimin. Dan kami juga memohon kepada Allah untuk menjaga negeri-negeri kaum muslimin dari setiap perkara yang buruk yang tidak disukai.

Selawat dan salam Allah serta keberkahannya semoga tercurah atas hamba dan rasul-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Ditulis oleh: Abu Amar Ali Al Hudzaifi Al-Adani

Aden Yaman 28 Rajab 1441 H

Sumbernya:

وأما قولهم: “إنه قد حصلت طواعين من قبل ولم يعلم أنهم منعوا من الصلاة في المساجد”. 

فيقال: إنه قد حصلت أوبئة وأمراض عامة خشي الناس فيها على أنفسهم فاعتزلوا المساجد. 

١ ـ لما وقع طاعون عمواس بالشام، ومات فيه أبو عبيدة عامر بن الجراح، ثم مات فيه معاذ، قام عمرو بن العاص خطيبا في الناس، وأمرهم بالتفرق وترك الاجتماع. 

قال ابن كثير في “البداية والنهاية”:

“فلما مات استخلف على الناس عمرو بن العاص فقام فيهم خطيبا، فقال: أيها الناس، إن هذا الوجع إذا وقع فإنما يشتعل اشتعال نار، فتحصنوا منه في الجبال … 

قال: ثم خرج وخرج الناس فتفرقوا، ودفعه االله عنهم، قال: فبلغ ذلك عمر بن الخطاب من رأي عمرو بن العاص فواالله ما كرهه” ا.هـ 

  ولاشك أن تحصنهم بالجبال يعني ترك المساجد. 

٢ ـ قال الذهبي في “سير أعلام النبلاء”: 

“وفي سنة ثمان مبدأ فتنة البساسيري، وخطب بالكوفة وواسط، وبعض القرى للمستنصر العبيدي، وكان القحط عظيما بمصر وبالاندلس، وما عهد قحطٌ ولا وباءٌ مثله بقرطبة، حتى بقيت المساجد لامغلقةً بلا مصلٍّ، وسمي عام الجوع الكبير”.

٣ ـ قال الحافظ ابن حجر في “أنباء الغمر عن أبناء العمر”: 

“وفي أوائل هذه السنة وقع بمكة وباءٌ عظيم بحيث مات في كلّ يوم أربعون نفسا، وحصر من مات في ربيع الأول ألفًا وسبعمائة، ويقال إن إمام المقام لم يصلّ معه في تلك الأيام إلا إثنين، وبقية الأئمة بطلوا لعدم من يصلّي معهم”.

٤ ـ قال المقريزي في كتابه: “السلوك” عن الطاعون الأسود الذي وقع عام (٧٤٩ هـ): 

“تعطّل بسببه الأذان من عدة مواضع، وبقي في الموضع المشهور بأذان واحد، وأغلقت أكثر  المساجد، والزوايا، وبطلت الأفراح، والأعراس بين الناس”.

٥ ـ قال الجبرتي في “تاريخ عجائب الآثار”: 

“وكان مبدأ هذا الأمر من شعبان، وأخذ في الزيادة في شهر ذي القعدة، والحجة، حتى بلغ النهاية القصوى، فكان يموت كلّ يوم من أسيوط خاصة زيادة على الستمائة، وصار الإنسان اذا خرج من بيته لا يرى الا جنازة، أو مريضا، أو مشتغلًا بتجهيز ميت، ولا يسمع إلا نائحة، أو باكية،

٤ وتعطّلت المساجد من الأذان، والإمامة لموت أرباب الوظائف، واشتغال من بقى منهم بالمشي”.

نسأل االله العظيم بأسمائه وصفاته أن يرفع عن المسلمين هذا الوباء وغيره من الأوبئة، ونسأل االله 

أن يحفظ بلاد المسلمين من كلّ سوء ومكروه. 

وصلى االله وسلم وبارك على عبده ورسوله 

كتبه: أبو عمار علي الحذيفي العدني

عدن / اليمن 

٢٨ / رجب / ١٤٤١

https://t.me/dourous_machaikhaden2/9408

Sepatah kata:
Para ulama rabbani bersama pemerintah ketika terjadi wabah corona pada tahun 2020 ini, memberikan fatwa dan arahan untuk menutup masjid-masjid dari salat jamaah dan jum’at. Orang diminta untuk shalat di rumahnya, atau diberi ijin untuk shalat di masjid dengan melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran pandemik Covid-19 ini.

Namun banyak orang yang mengaku diri mereka sebagai tokoh-tokoh agama, berfatwa menyelisihi. Di antara mereka Muhammad Al-Ma’bari Si Pembela Syiah Hutsi Yaman dan pengikutnya, Yahya Al-Hajuri dan para pengikutnya Hajawirah, juga kelompok-kelompok yang mengaku Islam, serta tokoh harakah Islamiyyah lainnya seperti Abdurrahman Abdul Khaliq Tokoh Ihya’ At-Turats dan Muhammad Hasan Dudu tokoh Ikhwanul Muslimin, serta para pengikut takfiri. Dan patut disayangkan.

Bahkan mereka mengaku dengan nama salafi dan menisbatkan bahwa di masa salaf tidak pernah ditinggalkan salat di masjid meskipun ada wabah. Ini dikawatirkan merupakan fatwa membahayakan diri dan orang lain, sesat dan menyesatkan kaum muslimin yang tidak tahu apa-apa.

Semoga materi ini bisa sebagai pencerah bagi kaum muslimin dalam menjalani ujian hidup ini dengan sebaik-baiknya dengan bimbingan.

Comments are closed.