Sikap terhadap ulama, dua sikap ghuluw dan satu pertengahan
Hukum ta’ashub (fanatik) pada madzhab, ulama, atau guru tertentu
Kajian Kitab al-Ajwibah al-Mufidah ‘An al-As’ilah al-Manahij al-Jadidah
Ijabat Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah
Soal ke 25
Bersama: Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin hafizhahullah
Masjid al-Anshar Sleman
Malam Rabu, 14 Februari 2012 / 22 Rabi’ul Awwal 1433 H
Isi Materi:
· Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dari sikap mengikuti sunnah-sunnah kaum sebelum muslimin, dengan ghuluw (berlebihan) pada nabi atau malaikat tertentu
· Dua pihak yang bertentangan:
1. yang ghuluw dalam taqlid hingga fanatik dengan pendapat-pendapat orang meskipun menyelisihi dalil. Ini bisa mengantarkan kepada kekufuran.
2. yang menolak semua ucapan ulama, tak diambil faedahnya walaupun itu sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah
· Ucapan-ucapan ulama salaf dan fuqaha memiliki kebaikan, diambil manfaatnya untuk memahami makna al-Qur’an dan as-Sunnah.
· Memahami al-Qur’an dan as-Sunnah itu butuh perkataan dan pemahaman ulama, tak cukup hanya tahu terjemah, seperti yang terjadi pada MTA (Majlis Tafsir al-Qur’an)
· Memberi udzur pada ulama dalam kekeliruan mereka, yang telah memenuhi syarat ijtihad dan berjalan di atas kitabullah dan sunnah Rasul, serta berkata dan beramal dengan ilmunya.
· Alim Ulama yang memenuhi syarat ijtihad bila keliru akan mendapat satu pahala dan diampuni kekeliruannya, bila benar akan mendapat dua pahala.
· Orang jahil atau pemula dalam menuntut ilmu tak punya hak untuk ijtihad, dia berdosa dengan ijtihadnya baik benar atau salah.
· Ucapan Syaikhul Islam: orang yang fanatik pada selain nabi bisa sesat atau terjatuh pada kekufuran.
· Mengikuti Nabi bukan disebut sebagai ta’ashub (fanatik) tapi ittiba’.
· Ucapan Imam Malik tentang pendapat seorang selain nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Link Download MP3 5,7 MB durasi 49 menit: disini.
Menyusul kajian yang lain Insya Allah.