Download Kajian: “Kepada Siapa Kita Mengambil Ilmu”
Dari Mana Kita Mengambil Ilmu Agama?”
Pemateri: Ustadz Usamah Mahri hafizhahullah
(Pengasuh Ma’had As-Sunnah Malang)
Hari, tanggal: Ahad, 4 November 2012/19 Dzul Hijjah 1433 H
Pukul: 10.00 – selesai
Tempat: Masjid Agung Manunggal Bantul
Link Download atau Dengarkan di sini
Rekaman kajian sesi pertama 9,2 MB (mp3 16 kbps) dengan durasi 80 menit: di sini.
Rekaman kajian sesi kedua 6,3 MB (mp3 16 kbps) dengan durasi 54 menit: di sini.
Rekaman kajian/khutbah lain menyusul Insya Allah.
Ringkasan Transkrip Isi Materi:
- Demi kemaslahatan dunia dan akhirat manusia, Allah berikan sebuah nikmat dengan dijadikannya perkara agama itu hanya diambil dari orang yang dikenal agamanya
- Seperti: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembawa agama ini, tempat diambilnya agama ini. Dimana beliau dikenal oleh kaumnya, berasal dari kaum mereka, diketahui nasab, kesehariannya, kejujurannya, dari semenjak kenabian.
- Tidak ada alasan kaumnya untuk menolak karena ilmu agama yang beliau ajarkan itu melalui yang mereka kenal.
- Perbandingannya: dalam perkara dunia, dalam harta Allah memerintahkan untuk dipercayakan kepada orang dikenal betul, diketahui kesehariannya. Bila tidak haram harta itu diserahkan karena harta itu akan disia-siakan.
- Ibnu Jauzi: termasuk tipuan Iblis, ketika seseorang itu mengambil dan mempercayakan perkara agamanya dari orang yang tidak dia kenali. Tidak tahu seperti apa orang ini sepak terjangnya, keagamannya. Juga termasuk tipuan iblis kepada bani adam sehingga dengan mudahnya mreka mendengar, membaca, mengambil ilmu agama dari orang yang tidak mereka kenal adab akhlak, aqidah, muamalahnya, seperti apa pembelaanya terhadap sunnah.
- Ucapan yang masyhur dari ucapan Ibnu Sirin:”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka berhati-hatilah, waspadalah, dari siapa kamu mengambil mempelajari ilmu agamamu.” Karena itu akan menentukan agamamu benar atau salah.
- Pentingnya memperhatikan masalah mengambil ilmu agama ini dari orang yang diketahui, karena fitnah ramainya dakwah. Setiap orang merasa berhak untuk berbicara, merasa bisa untuk berkomentar, bisa ceramah, dianggap sebagai orang yang bisa diambil ilmu darinya, dipercayakan ilmu agama kepadanya.
- Para salafush shalih sagat perhatian dengan perkara ini.
- Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘ahu: “Sesungguhnya di laut ada setan-setan yang dipenjarakan dibelenggu oleh Nabi Sulaiman, dan telah dekat waktunya setan-setan ini keluar, lalu mendatangi majlis-majlis kaum muslimin, dan membacakan Al-Qur’an kepadanya, sehingga membuat orang tertipu terkagum dengannya. Orang itu tidak tahu yang ada di hadapannya adalah setan.”
- Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Setan bisa datang dalam bentuk manusia, kemudian menatangi satu kaum di halaqoh lalu berbicara dengan ayat, hadits (padahal dusta), lalu mereka berpencar dari majlis tersebut, kemudian mereka mengatakan ‘aku dengar ada penceramah yang aku tahu wajahnya tapi tak tahu siapa dia.” Dimana mereka dengan gampang, memasukkan apa yang disampaikan orang pada dirinya.
- Hadits, ilmu itu hanya diambil dari orang yang tsiqah, tak dari sembarang orang.
- Tidak menambah ilmu kamu, tidak menambah ketakwaan kamu, tidak menambah kepada ketakwaan kepada Allah. Berbicara begitu saja.
- Agama Allah jauh lebih berhak untuk dicari orang-orang yang adil, tsiqah terpercaya, sebagai tempat diambilnya agama, sebagai saksi kalian di hadapan Allah kelak.
- Penting untuk selektif untuk mengambil ilmu agama dari siapa, ini sangat menentukan karena beberapa alasan:
- Karena Allah memerintahkan kita untuk mempelajari ilmu agama ini, dan dalilnya. Dan dalam ayat, Allah memerintahkan untuk bertanya sesuatu itu pada ahlinya. Dan mafhumnya: larangan bertanya perkara agama ini kepada orang yang tidak punya ilmu padanya, dan larangan ayat bagi dia tampil dan berbicara tentang agama Allah.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan anehnya manusia jika seseorang mengaku ahli di bidang tertentu yang orang tak tahu dan mengenal dan tidak pernah melihat dia memiliki kemampuan atau alat di bidang itu, anehnya orang mudah mempercayakan perkara agama iman kepada seorang yang tidak dia ketahui kepada siapa dia belajar, dan ilmu alatnya: nahwu, sharaf, ilmu ushul fikih.
- Syariat dan para ulama salaf kita mendidik kita prinsip itu agar ilmu yang kita ambil itu terjaga seperti aslinya bila diambil dari sumbernya yang tepat. Kalau ilmu tidak diambil dari para ulama akan hilang.
Dari shahabat, tabiin, tabiut tabiin, dan terus ke bawah.
- dst, semoga dimudahkan, bi’aunillah